Integritas merupakan keselarasan antara pikiran, emosi, ucapan, dan perilaku dengan hati nurani seorang manusia. Nilai integritas inilah yang menjadi fokus utama bagi Inspektorat Jenderal untuk membangun budaya integritas di lingkungan kerjanya, selain diperlukannya integritas di sisi sistem dalam Reformasi Birokrasi dan Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi/Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBK/WBBM), serta komitmen dari sisi leadership. Pada tanggal 23 - 24 Februari 2021, Inspektorat Jenderal menginisiasi kebangkitan #KKPberintegritas dari sisi value individu pegawai selaras dengan slogan #KKPrebound melalui kegiatan Penanaman Nilai-nilai Integritas ASN Inspektorat Jenderal KKP bekerja sama dengan Direktorat Pendidikan dan Pelatihan Antikorupsi (dahulu dikenal dengan nama Anti-Corruption Learning Center (ACLC)) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan para Penyuluh Antikorupsi.
Sebanyak 36 pegawai generasi muda Inspektorat Jenderal menjadi target awal dalam piloting project bersama ACLC KPK dalam kegiatan tersebut. Materi yang disuguhkan tidak hanya sekedar transfer ala kelas androgogy, namun secara interaktif yang diselingi ice breaking dan berbagai permainan. Untuk itu KPK membawa serta para fasilitator Penyuluh Antikorupsi yang berasal dari berbagai latar belakang instansi. Maksud dari penggunaan metode ini adalah bahwa penanaman suatu nilai-nilai tidak dapat ditransfer hanya menggunakan metode pembelajaran yang biasa dilakukan di kelas-kelas pelatihan, perlu adanya peran secara langsung dari peserta agar ilmu yang diterima tidak hanya diserap melalui indera penglihatan dan pendengaran saja, namun juga praktek bersama seluruh bagian tubuh.
Untuk mendukung penanaman nilai-nilai integritas, materi yang disampaikan oleh narasumber berkaitan dengan antikorupsi, yaitu:
- Delik Tindak Pidana Korupsi oleh Penyidik Utama KPK, Salim Riyad.
- Pengendalian Gratifikasi oleh Pemeriksa Gratifikasi Madya KPK, Yulianto Sapto Prasetyo.
- Sistem Pencegahan Korupsi melalui: LHKPN oleh Spesialis Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN, Jeji Azizi, dan Whistleblowing System (WBS) oleh Spesialis Pendidikan dan Pelatihan Antikorupsi Madya, Swasti Putri Mahatmi.
- Penguatan Integritas dan Konflik Kepentingan oleh founder Taman Indonesia Bahagia, Asep Chaerulloh.
Selain materi-materi tersebut disisipkan materi pendukung oleh para Fasilitator, antara lain Fakta dan Harapan Indonesia Bebas dari Korupsi, pengantar gratifikasi, penyusunan rencana aksi peserta, dan berbagai ice breaking sebagai pencair suasana.
Pengendalian gratifikasi menjadi salah satu hal penting yang disampaikan narasumber karena merupakan akar dari korupsi dan dengan mengenal pengendalian gratifikasi diharapkan peserta dapat membentengi diri dari pemberian gratifikasi. Selain itu dengan mengenal dan mengimplementasikan pengendalian gratifikasi, maka seorang individu pegawai dapat dianggap telah meningkat level integritasnya.
Setelah memahami materi pengendalian gratifikasi dan materi lainnya, di sesi terakhir peserta diajak berdiskusi secara berkelompok mengenai hal-hal yang telah disampaikan narasumber dan diminta untuk menyusun dan mempresentasikan rencana aksi atas ilmu dan materi yang telah mereka dapatkan sebagai bukti implementasinya di kemudian hari. Rencana aksi tersebut terbagi menjadi rencana aksi perseorangan, kelompok, maupun instansi. Rencana aksi tersebut nantinya akan dilakukan monitoring dan evaluasi oleh Inspektorat Jenderal dan KPK.
Paragraf berikut menjelaskan poin-poin penting yang disampaikan oleh narasumber mengenai gratifikasi.
Membangun Budaya Anti-Gratifikasi Dimulai dari Diri Sendiri
Telah umum diketahui bahwa dalam Pasal 12B UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Pemberantasan Tipikor Nomor 31 Tahun 1999, gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Dari pengertian tersebut, sebenarnya gratifikasi itu bersifat netral, namun muncul pertanyaan apakah semuanya itu gratifikasi ilegal yang tidak berhak diterima? Sama kah dengan hadiah? Bedanya dengan suap di mana? Untuk menjawab itu KPK mengilustrasikan:
- Hadiah dapat berupa pemberian yang wajar yang dilakukan karena hubungan baik dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan jabatan.
- Gratifikasi merupakan pemberian arti luas kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara (Pn/PN).
- Gratifikasi ilegal apabila dilakukan ada hubungannya dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas/kewajiban si penerima.
- Suap adalah pemberian yang bersifat transaksional, ada kesepakatan di antara pihak pemberi dan penerima.
Dari ilustrasi tersebut gratifikasi yang ilegal berarti pemberian yang ada hubungannya dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas/kewajiban si penerima, walaupun berupa hadiah dan dalam hal ini penerima adalah Pn/PN, atau dapat disimpulkan:
Gratifikasi menjadi illegal atau dilarang apabila berhubungan dengan tugas atau jabatan penerima gratifikasi, dilarang oleh peraturan yang berlaku, bertentangan dengan kode etik, memiliki konflik kepentingan atau merupakan penerimaan yang tidak patut atau tidak wajar.
Oleh karena itu, gratifikasi diatur oleh Negara khusus bagi Pn/PN, dengan maksud agar tidak terjadi korupsi, karena gratifikasi adalah akar dari korupsi.
Mengapa Gratifikasi disebut sebagai “Akar dari Korupsi”?
- Gratifikasi pada dasarnya adalah “suap yang tertunda” atau sering juga disebut “suap terselubung”. Pn/PN yang terbiasa menerima gratifikasi terlarang lama kelamaan dapat terjerumus melakukan korupsi bentuk lain, seperti suap, pemerasan, dan korupsi lainnya, sehingga gratifikasi dianggap sebagai akar korupsi.
-
Gratifikasi tersebut dilarang karena dapat mendorong Pn/PN bersikap tidak obyektif, tidak adil dan tidak profesional. Sehingga Pn/PN tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
-
Undang-undang menggunakan istilah “gratifikasi yang dianggap pemberian suap” untuk menunjukkan bahwa penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Pn/PN yang menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajiban, wajib melaporkannya kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja sejak gratifikasi di terima. Hal ini tercantum dalam Pasal 12C UU Pemberantasan Tipikor.
Gratifikasi yang Boleh Diterima/Tidak Wajib Dilaporkan
Tidak semua gratifikasi itu dilarang, berikut ini adalah 4 karakteristik dari gratifikasi yang boleh diterima:
- Berlaku umum, yaitu suatu kondisi pemberian yang diberlakukan sama dalam hal jenis, bentuk, persyaratan atau nilai, untuk semua peserta dan memenuhi prinsip kewajaran atau kepatutan;
- Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- Dipandang sebagai wujud ekspresi, keramah-tamahan, penghormatan dalam hubungan sosial antar sesama dalam batasan nilai yang wajar; atau,
- Merupakan bentuk pemberian yang berada dalam ranah adat istiadat, kebiasaan, dan norma yang hidup di masyarakat dalam batasan nilai yang wajar.
Secara rinci karakteristik tersebut dijelaskan di dalam Peraturan KPK Nomor 2 Tahun 2019 yang memuat 17 jenis gratifikasi yang boleh diterima/tidak wajib dilaporkan, yaitu:
- Pemberian dalam keluarga yaitu kakek/nenek, bapak/ibu/mertua, suami/istri, anak/menantu, anak angkat/wali yang sah, cucu, besan, paman/bibi, kakak/adik/ipar, sepupu dan keponakan, sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan;
- Keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham pribadi yang berlaku umum;
- Manfaat dari koperasi, organisasi kepegawaian atau organisasi yang sejenis berdasarkan keanggotaan, yang berlaku umum;
- Perangkat atau perlengkapan yang diberikan kepada peserta dalam kegiatan kedinasan seperti seminar, workshop, konferensi, pelatihan, atau kegiatan sejenis, yang berlaku umum;
- Hadiah tidak dalam bentuk uang atau alat tukar lainnya, yang dimaksudkan sebagai alat promosi atau sosialisasi yang menggunakan logo atau pesan sosialisasi, sepanjang tidak memiliki konflik kepentingan dan berlaku umum;
- Hadiah, apresiasi atau penghargaan dari kejuaraan, perlombaan atau kompetisi yang diikuti dengan biaya sendiri dan tidak terkait dengan kedinasan;
- Penghargaan baik berupa uang atau barang yang ada kaitannya dengan peningkatan prestasi kerja yang diberikan oleh pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- Hadiah langsung/undian, diskon/rabat, voucher, point rewards, atau suvenir yang berlaku umum dan tidak terkait kedinasan;
- Kompensasi atau honor atas profesi diluar kegiatan kedinasan yang tidak terkait dengan tugas dan kewajiban, sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan dan tidak melanggar peraturan/kode etik pegawai/pejabat yang bersangkutan;
- Kompensasi yang diterima terkait kegiatan kedinasan seperti honorarium, transportasi, akomodasi dan pembiayaan yang telah ditetapkan dalam standar biaya yang berlaku di instansi penerima Gratifikasi sepanjang tidak terdapat pembiayaan ganda, tidak terdapat konflik benturan kepentingan, dan tidak melanggar ketentuan yang berlaku di instansi penerima;
- Karangan bunga sebagai ucapan yang diberikan dalam acara seperti pertunangan, pernikahan, kelahiran, kematian, akikah, baptis, khitanan, potong gigi, atau upacara adat/agama lainnya, pisah sambut, pensiun, promosi jabatan;
- Pemberian terkait dengan pertunangan, pernikahan, kelahiran, akikah, baptis, khitanan, potong gigi, atau upacara adat/agama lainnya dengan batasan nilai sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) setiap pemberi;
- pemberian terkait dengan musibah atau bencana yang dialami oleh diri penerima Gratifikasi, suami, istri, anak, bapak, ibu, mertua, dan/atau menantu penerima Gratifikasi sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan, dan memenuhi kewajaran atau kepatutan;
- Pemberian sesama rekan kerja dalam rangka pisah sambut, pensiun, mutasi jabatan, atau ulang tahun yang tidak dalam bentuk uang atau alat tukar lainnya paling banyak senilai Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) setiap pemberian per orang, dengan total pemberian tidak melebihi Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari pemberi yang sama, sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan;
- Pemberian sesama rekan kerja yang tidak dalam bentuk uang atau alat tukar lainnya, dan tidak terkait kedinasan paling banyak senilai Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) setiap pemberian per orang, dengan total pemberian tidak melebihi Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari pemberi yang sama;
- Pemberian berupa hidangan atau sajian yang berlaku umum; dan
- Pemberian cendera mata/plakat kepada instansi dalam rangka hubungan kedinasan dan kenegaraan, baik di dalam negeri maupun luar negeri sepanjang tidak diberikan untuk individu pegawai negeri atau penyelenggara negara.
Sikap terhadap Pemberian Gratifikasi dan Bilamana Perlu Dilaporkan?
Pn/PN yang dihadapkan pada peristiwa gratifikasi setidaknya perlu mengambil sikap berikut:
- Tolak pada kesempatan pertama, kemudian laporkan kepada KPK.
- Terima, kemudian laporkan kepada KPK.
Mengapa menolak gratifikasi pun harus dilaporkan?
Gratifikasi yang dilaporkan, pencatatannya dapat berguna sebagai alat pemutus keterkaitan antara Pn/PN dengan pihak pemberi. Dalam hal pihak pemberi dinilai telah memenuhi unsur suap dan diproses sesuai hukum yang berlaku, maka keberadaan pencatatan atas penolakan penerimaan gratifikasi menjadi penting untuk memperlihatkan adanya itikad baik dari Pn/PN dalam menangkal upaya suap kepada dirinya. Artinya laporan Pn/PN kepada KPK justru mengamankan dirinya sendiri dari jeratan hukum.
Bilamana KPK memperbolehkan menerima gratifikasi?
Kewajiban penolakan gratifikasi yang dianggap suap dapat diatur lebih lanjut pada peraturan internal Kementerian dengan kondisi pengecualian sebagai berikut:
- Gratifikasi tidak diterima secara langsung;
- Tidak diketahuinya pemberi gratifikasi;
- Penerima ragu dengan kualifikasi gratifikasi yang diterima.
- Adanya kondisi tertentu yang tidak mungkin ditolak, seperti: dapat mengakibatkan rusaknya hubungan baik institusi, membahayakan diri sendiri/karier penerima/ada ancaman lain.
Jika memenuhi 4 unsur tersebut, maka gratifikasi tersebut wajib dilaporkan secara langsung kepada KPK atau melalui UPG.
Apa manfaat melaporkan gratifikasi?
Manfaat dari melaporkan gratifikasi selain untuk pengamanan diri dari jerat hukum tipikor, yaitu dapat memutus adanya konflik/benturan kepentingan. Risiko terganggunya independensi, objektivitas, dan imparsialitas Pn/PN dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan tugas di kemudian hari yang mungkin terkait dengan kepentingan si pemberi dapat dieliminir. Pada konteks ini, pelaporan gratifikasi ditempatkan sebagai alat untuk mencegah terjadinya perbuatan penyalahgunaan kewenangan sebagaimana yang mungkin dikehendaki oleh si pemberi gratifikasi.
Selain itu, melaporkan gratifikasi ternyata mencerminkan integritas individu. Semakin tinggi tingkat integritas seorang Pn/PN, semakin tinggi tingkat kehati-hatian dan kesadaran yang diwujudkan dalam bentuk penolakan maupun pelaporan gratifikasi yang terpaksa diterima.
Lapor gratifikasi ke mana? Aman kah?
Di zaman yang serba daring ini KPK menyediakan aplikasi Gratifikasi Online (GOL) yang bisa diakses dari perangkat mobile apa pun. Klik gol.kpk.go.id atau UPG KKP ini. Selain daring, KPK juga menyediakan jalur offline dengan cara datang langsung ke gedung KPK atau ke Sekretariat UPG KKP.
Soal keamanan, KPK telah menjamin perlindungan bagi pelapor gratifikasi. Menurut Pasal 15 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK wajib memberikan perlindungan terhadap Saksi atau Pelapor yang telah menyampaikan laporan atau memberikan keterangan mengenai terjadinya tindak pidana korupsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penerima Gratifikasi yang beritikad baik untuk melaporkan penerimaan gratifikasinya berhak untuk memperoleh perlindungan. Adapun perlindungan yang dimaksud dijelaskan pada Pasal 30 Peraturan KPK Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pelaporan Gratifikasi sebagai berikut:
- Kerahasiaan identitas Pelapor dalam hal diperlukan; dan
- Perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta benda berkaitan dengan laporan Gratifikasi.
Pengendalian Gratifikasi
Pengendalian gratifikasi adalah bagian dari upaya pembangunan suatu sistem pencegahan korupsi. Bertujuan untuk mengendalikan penerimaan gratifikasi secara transparan dan akuntabel melalui serangkaian kegiatan yang melibatkan partisipasi aktif badan pemerintahan, dunia usaha, dan masyarakat untuk membentuk lingkungan pengendalian gratifikasi. Manfaat yang didapat dengan adanya pengendalian gratifikasi terbagi 3, yaitu:
- Bagi individu:
- membentuk individu yang berintegritas;
- meningkatkan kesadaran untuk menolak gratifikasi.
- Bagi instansi:
- membentuk citra positif dan kredibiltas instansi;
- mendukung terciptanya lingkungan pengendalian yang kondusif falam pencegahan korupsi.
- Bagi masyarakat:
- Memperoleh layanan dengan baik tanpa memberikan gratifikasi maupun uang pelicin, suap, dan pemerasan.
Bagaimana tahapan mengendalikan gratifikasi?
- Perlu adanya komitmen dari pimpinan instansi sebagai tone of the top. Bentuknya berupa pernyataan resmi pimpinan instansi secara tertulis untuk menerapkan pengendalian gratifikasi. Pernyataan tersebut disampaikan kepada seluruh jajaran pejabat dan pegawai instansi, rekanan, serta para pemangku kepentingan lainnya. Komitmen tersebut berisi tentang:
-
Tidak menawarkan atau memberikan suap, gratifikasi atau uang pelicin dalam bentuk apapun kepada lembaga negara/pemerintah, perseorangan atau kelembagaan, perusahaan domestik atau asing;
-
Tidak menerima gratifikasi yang dianggap suap dalam bentuk apapun terkait dengan pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya;
-
Menerapkan dan melaksanakan fungsi pengendalian gratifikasi, termasuk melalui pembentukan Unit Pengendali Gratifikasi (UPG);
-
Menyediakan sumber daya yang diperlukan dalam pelaksanaan pengendalian gratifikasi;
-
Menjaga kerahasiaan data pelapor dan memberikan jaminan perlindungan bagi pelapor gratifikasi; dan
-
Mengupayakan pencegahan korupsi dan/atau gratifikasi yang dianggap suap.
-
- Menyusun aturan mengenai pengendalian gratifikasi untuk memberikan ketentuan yang jelas tentang gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan, dasar pembentukan Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG), memudahkan prosedur pelaporan serta perlindungan hukum bagi pimpinan dan pegawai di instansi yang menerapkan pengendalian gratifikasi.
- Membentuk UPG.
- Melakukan monitoring dan evaluasi pengendalian gratifikasi.